Hai pembaca setia blog GA, apa kabar nih? Semoga baik-baik saja, ya. Hmmm, kali ini Gafur mau ngajak kamu untuk mengenal cerpenis Madura yang ganteng, pinter, berkacamata lagi. Dia putra Madura tulen, tretan.
Ngomongin Madura, nih, ternyata tidak selalu ngomong caroknya, karapan sapinya, sapi sonoknya, dan tidak hanya satenya. Eh, sudah pernah nyoba makan sate Madura belum? Ets, bikin ngiler aja, ya. Bahaha.
Oh iya, ngomongin Madura, mungkin juga akan ingat sebutannya alias Pulau Garam sebab menghasilkan garam dan mensuplai ke berbagai daerah di Indonesia bahkan ke mancanegara. Lain daripada itu, ternyata Madura juga banyak melahirkan penulis dan sastrawan, lho. Mungkin kaula penyuka sastra sudah mengenal D. Zawawi Imron, Abdul Hadi WM, Syaf Anton WR, M. Faizi, Raedu Basha atau sastrawan lainnya.
Tapi dari tahun ke tahun, Madura banyak melahirkan penulis. Baik di bidang fiksi dan non fiksi. Banyak penulis asal Madura yang menghiasi media cetak maupun online dengan karyanya.
Di dunia fiksi, khususnya cerpen, ada cerpenis yang akrab disapa Aqin. Pria berkacamata ini lahir di ujung timur pulau Madura, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep pada 18 November 1991 silam. Menulis banyak karya, spesifikasi cerpen. Cerpennya berjudul 'Celurit di Atas Kuburan' menjadi salah satu Cerpen Pilihan Kompas 2019. Dialah Zainul Muttaqin.
Kamu tahu, nggak? Cerpen-cerpennya banyak memenangkan lomba, tretan. Tak heran bila dia dinobatkan sebagai Pemenang Cerpen Favorit Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) tingkat nasional yang diadakan oleh Rohto Mentholatum Bogor 2011 dan 2013 silam.
Sebab karyanya juga, dia masuk Nominator Lomba Menulis Cerpen Tingkat Mahasiswa se-Indonesia yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi STAIN Purwokerto Jawa Tengah dan LPM Edukasi Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang (2013-2014). Tahun 2015, Pernah meraih Juara III Lomba Cipta Cerpen Nasional pada ajang Festival Cinta Buku (FCB) Ke-5 di Institut Keislaman Annuqayah (INSTIKA), Guluk-guluk, Sumenep. Dua tahun kemudian, tepatnya di tahun 2017, Aqin meraih Juara 2 Lomba Cerpen Se-Nusantara yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Kabupaten Sumenep.
Kok bisa dia nulis cerpen? Hmmm, Gafur juga pernah bertanya begitu dalam benak. Padahal, jika melihat latar belakang studinya, mungkin pembaca tidak percaya juga Aqin bisa menulis cerpen apalagi sampai salah satu cerpennya jadi pilihan Kompas. Sebab dia sarjana pendidikan dengan konsentrasi Tadris Bahasa Inggris yang ditempuh di STAIN Pamekasan (Kini menjadi IAIN Madura). Tapi kan, di mana ada kemauan pasti ada keberhasilan. Termasuk menulis cerpen.
Nah, ternyata nih, riwayat menulisnya Aqin dimulai semenjak dia nyantri di Annuqayah, Sumenep. Pesantren yang juga dikenal dengan 'Pesantren Penulis' sebab banyak melahirkan banyak penulis. Jadi, mondok di sini tidak hanya belajar kitab-kitab kuning atau agama saja, tapi juga belajar nulis. Apalagi nulis sastra, jangan ditanya. Lah, buktinya Aqin ini. Jebolan pesantren juga bisa jadi cerpenis. Keren, kan? Orang Madura mungkin banyak tahu soal keberadaan pesantren ini.
Buah tangannya berupa cerpen juga sudah menghiasi media ternama di Indonesia. Sederhananya, dia sudah menjajah media lokal hingga nasional. Baik media cetak maupun media online. Seperti Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, Jurnal Nasional, Femina, Tabloid Nova, Republika, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Tribun Jabar, Solopos, Padang Ekspres, Radar Lampung, Radar Surabaya, Radar Banyuwangi, Bangka Pos, Media Sastra Online Basabasi.co, Litera.co, nugapura.or.id, Apajake.com, Cendananews, Harian Rakyat Sultra, Kuntum, Almadina, Majalah Simalaba, Joglosemar, Banjarmasin Post, Merapi, Kabar Madura, Suara Madura, dan Koran Madura. Waw, banyak banget ya?
Tretanku yang super, ups, kayak Mario Teguh aja ya. Hehe. Alumnus LPM Activita IAIN Madura ini juga menulis puisi. Bahkan cerpen dan puisinya banyak yang sudah dibukukan. Karyanya tertuang dalam sejumlah antologi bersama seperti; Kaliopak Menari (Matapena-Lkis: Jogjakarta. 2008). Wanita yang Membawa Kupu-Kupu (Dewan Kesenian Sumenep: Juni 2008). Senja di Teluk Wondama (Tuas Media: Kalimantan Selatan: Desember 2011). Bingkai Kata Sajak September (Leutika Prio: Februari 2012). Dari Jendela yang Terbuka (Edukasi Press; IAIN Wali Songo Semarang. 2013). Cinta dan Sungai-sungai Kecil Sepanjang Usia (Obsesi Press; STAIN Purwokerto. 2013). Catatan Sebuah Luka (LPM Activita: STAIN Pamekasan. 2014). Perempuan dan Bunga-bunga (Obsesi Press; STAIN Purwokerto. 2014) Gisaeng (Edukasi Press; IAIN Walisongo Semarang. 2014). Buseet, banyak kali ya.
Eh, itu nggak seberapa, ada juga Ketam Ladam Rumah Ingatan (Antologi Puisi Penyair Muda Madura, 2016), Dibalik Birunya Langit Norwegia (Shaka Press, 2015), Sepotong Senja, Sepenggal Sangka (FAM Indonesia, 2016), Kamis Pagi, Pukul Sepuluh (Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sumenep, Desember 2017). Bahagia Tak Mesti dengan Manusia (Apajake.com, November 2017. Ambyar…, produktifnya minta ampun.
Pada 2019 lalu, suami dari Kamalia Ulfa ini juga berhasil menembus tembok redaksi Gramedia, Jakarta dengan kumpulan cerpennya bernuansa lokalitas Madura. Buku kumpulan cerpen perdananya yang diberi judul Celurit Hujan Panas . Keren juga ya?
Nah, buat kamu yang beniat mau menyaingi, eh, mengikuti jejak Aqin, coba cermati pesan dia. Aqin berpesan, siapapun yang ingin menjadi penulis harus banyak membaca. Kalau sudah senang membaca, tidak harus menulis. Menurutnya, ingin menjadi apapun harus konsisten dalam bidangnya. Dalam bahasa pesantren dikenal dengan Istiqamah.
Gimana, sudah kenal kan? Syukurlah. Gafur doakan kamu bisa ikuti jejaknya, ya. Amin.
Oh iya, Aqin ini bisa dibilang terbuka bagi siapapun yang ingin berteman bahkan berdiskusi soal kepenulisan cerpen. Dia malah sering diundang untuk mengisi forum bincang kepenulisan bahkan jadi juri di beberapa kesempatan.
Buat kamu yang ingin nyambung silaturrahmi dengan Aqin ini, bisa kontak sosmednya. Atau via Gafur dulu ngak papa.
Salam hangat dari Gafur untuk kamu yang selesai baca tulisan ini. Semoga menumbuhkan energi positif bagi yang membacanya.
By: Gafur Abdullah
0 Komentar