2015 silam, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), badan PBB yang menangani Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan menetapkan 26 Juli sebagai hari mangrove internasional. Keputusan tersebut sebagaimana tertulis International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem di en.unesco.org.
Di situs resminya, UNESCO dijelaskan terlibat secara mendalam dalam mendukung konservasi hutan bakau, sambil memajukan pembangunan berkelanjutan dari komunitas lokal mereka. Dimasukkannya hutan bakau di Cagar Biosfer , situs Warisan Dunia dan UNESCO Global Geoparks berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan, manajemen dan konservasi ekosistem bakau di seluruh dunia.
"Hari Internasional untuk Konservasi Ekosistem Mangrove menandakan nilai Mangrove sebagai fondasi bagi kehidupan pesisir dan mengadvokasi dukungan dan kesadaran masyarakat yang bergantung pada konservasi mereka. Hari itu juga berfungsi sebagai kesempatan untuk merefleksikan komitmen pribadi kami untuk konservasi iklim dan keanekaragaman hayati, dan mempromosikan aksi global oleh semua orang untuk masa depan yang berkelanjutan.," pesan Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO, pada kesempatan Hari Internasional untuk Konservasi Ekosistem Mangrove
Shamila Nair-Bedouelle, Asisten Direktur Jenderal UNESCO untuk Ilmu Pengetahuan Alam, pada kesempatan yang sama juga menyampaikan, "Mari kita bertindak. Meskipun sangat penting bagi kesejahteraan kita sendiri, masih banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan hilangnya habitat bakau secara terus menerus. Berdasarkan ilmu pengetahuan, dengan dukungan pendidikan lingkungan dan keterlibatan masyarakat, kita harus melestarikan , kembalikan, dan promosikan penggunaan ekosistem bakau secara berkelanjutan. Memperkuat Cagar Biosfer UNESCO pesisir dan membangun yang baru adalah cara untuk mempertahankan apa yang kita miliki dan mengembalikan apa yang telah hilang."
Momentum yang diadopsi oleh Konferensi Umum UNESCO pada tahun 2015 dan dirayakan setiap tahun pada tanggal 26 Juli, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove sebagai "ekosistem yang unik, khusus dan rentan" dan untuk mempromosikan solusi untuk pengelolaan berkelanjutan, konservasi dan penggunaannya.
Tanggal ini pun menjadi momentum bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 200 Ha di Tahun 2020. Luas mangrove di Indonesia mencapai 3,49 Juta Ha, namun 52% atau 1,82 juta Ha mangrove Indonesia dalam kondisi rusak. Hal ini sebagaimana dikutip dari Trusbusnews.id pada Senin, 27 Juli 2020.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Aryo Hanggono menyampaikan bahwa tahun 2020 ini KKP memiliki target untuk melakukan perbaikan kondisi ekosistem mangrove dengan penanaman mangrove seluas 200 Ha di 12 lokasi.
"Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 –2024, KKP diberikan mandat untuk melakukan rehabilitasi pesisir melalui penanaman mangrove seluas 1800 Ha," katanya.
Sampai tahun 2024, lanjut Aryo, KKP berencana melakukan penanaman mangrove seluas 1.800 Ha, mengingat hal ini merupakan target dalam upaya rehabilitasi mangrove di Indonesia. Upaya lain yang dilakukan KKP dalam mendukung rehabilitasi mangrove adalah dengan memfasilitasi lokasi mangrove melalui pembangunan tracking mangrove dan pusat restorasi pembelajaran ekosistem pesisir yang akan dibangun di 10 Kabupaten/Kota pada tahun 2021.
Sementara Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Muhammad Yusuf mengungkapkan bahwa hutan mangrove adalah penyimpan cadangan ‘karbon biru’ yang melimpah selain fungsi utamanya sebagai sistem penyangga pantai dari abrasi akibat gelombang dan naiknya permukaan air laut.
“Indonesia memiliki 23% dari mangrove dunia, mangrove memegang peranan penting sebagai pengendali karbon dunia selain sebagai ekosistem penting pengendali ekosistem laut” ujar Yusuf sebagaimana dilansir Trusbusnews.id pada Senin, 27 Jul 2020.
Yusuf juga mengajak masyarakat untuk menjaga mangrove dari perusakan, memanfaatkan ekosistem mangrove dengan cara yang bijak dan tetap menjaga kelestariannya karena ekosistem mangrove sangat rentan dan ekositemnya terbatas.
Penanaman mangrove seluas 200 Ha akan dilakukan di 12 lokasi di seluruh Indonesia, yaitu Provinsi Aceh terletak di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Bangka Belitung terletak di Kabupaten Belitung, Provinisi Sumatera Barat terletak di Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Lampung terletak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Jawa Barat terletak di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Tengah terletak di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Timur terletak di Kabupaten Sampang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lamongan, Provinsi Kalimantan Barat terletak di Kabupaten Menpawah, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak di Kota Kupang.
Lalu bagaimana kondisi mangove di Madura?
Data mangrove di Madura, dalam Buku berjudul 'Persembahan Prodi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Untuk Maritim Madura' yang ditulis oleh tim peneliti Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura dijelaskan dengan detail. Dari penelitian ini, diketahui kerapatan mangrove melalui analisis citra satelit dengan menggunakan analisis indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Citra yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah citra LDCM (Landsat Data Continuity Mission) atau landsat 8. Hasil NDVI dibandingkan dengan hasil kerapatan mangrove dari pengukuran lapang. Analisis yang dipergunakan adalah regresi. Regresi NDVI dengan hasil pengukuran kerapatan pohon di lapangan dengan menggunakan transek untuk mendapatkan kerapatan pohon per hektar. Hasil analisis NDVI sebagai variabel x dan pengukuran lapang sebagai variabel Y, mendapatkan persamaan :y = 13433x – 256,7 ; R² = 0,891
Luas mangrove di Madura mencapai 15.118,2 ha, yang tersebar di Kabupaten Bangkalan 1.508,1 ha (10%), Kabupaten Sampang 915,3 ha (6,1%), Kabupaten Pamekasan 599,3 (4%) dan Kabupaten Sumenep dengan daerah kepulauannya mencapai 12.095,4 ha (80%). Hasil analisis kerapatan mangrove di Madura mendapatkan mangrove dengan kerapatan < 1000 pohon/ha mencapai seluas 6.324 ha (41,8%). Mangrove dengan kerapatan ≥1000 - <1500 pohon/ha mencapai luas 1.251,8 ha (8,3%). Dan Luas mangrove dengan kerapatan ≥ 1500 pohon/ha mencapai 7.542,3 ha (49,9 %). Sehingga dapat dikatakan mangrove di Madura dalam kondisi baik mencapai luas 8.794,1 ha (58,2 %) dan dalam kondisi rusak mencapai luas 6.324,1 ha (41,8%).
Mangrove di Kabupaten Bangkalan mendapatkan mangrove dengan kerapatan < 1000 pohon/ha mencapai seluas 1.000,2 ha (66,3 %). Mangrove dengan kerapatan ≥1000 - <1500 pohon/ha mencapai luas 158,2 ha (10,5 %). Dan Luas mangrove dengan kerapatan ≥ 1500 pohon/ha mencapai 349,7 ha (23,2 %). Sehingga dapat dikatakan mangrove di Kabupaten Bangkalan dalam kondisi baik mencapai luas 507,9 ha (33,7 %) dan dalam kondisi jelek mencapai luas 1.000,2 ha (66,3 %).
Mangrove di Kabupaten Sampang mendapatkan mangrove dengan kerapatan < 1000 pohon/ha mencapai seluas 491,2ha (53,7 %). Mangrove dengan kerapatan ≥1000 - <1500 pohon/ha mencapai luas 78,2 ha (8,5 %). Dan Luas mangrove dengan kerapatan ≥ 1500 pohon/ha mencapai 345,9ha (37,8 %). Sehingga dapat dikatakan mangrove di Kabupaten Sampang dalam kondisi baik mencapai luas 424,1 ha (46,3 %) dan dalam kondisi jelek mencapai luas 491,2ha (53,7 %). Mangrove di Kabupaten Pamekasan mendapatkan mangrove dengan kerapatan <1000 pohon/ha mencapai seluas 245,7 ha (41 %). Mangrove dengan kerapatan ≥1000 - <1500 pohon/ha mencapai luas 56,7 ha (9,5 %). Dan Luas mangrove dengan kerapatan ≥ 1500 pohon/ha mencapai 297,0 ha (49,6 %). Sehingga dapat dikatakan mangrove di Kabupaten Pamekasan dalam kondisi baik mencapai luas 353,7 ha (59 %) dan dalam kondisi jelek mencapai luas 245,7 ha (41 %).
Mangrove di Kabupaten Sumenep dengan wilayah kepulauan mendapatkan mangrove dengan kerapatan <1000 pohon/ha mencapai seluas 4.587,0 ha (37,9 %). Mangrove dengan kerapatan ≥1000 - <1500 pohon/ha mencapai luas 958,8 ha (7,9 %). Dan Luas mangrove dengan kerapatan ≥ 1500 pohon/ha mencapai 6.549,6 ha (54,1 %). Sehingga dapat dikatakan mangrove di Kabupaten Sumenep dalam kondisi baik mencapai luas 7.508,4 ha (62,1 %) dan dalam kondisi jelek mencapai luas 4.587,0 ha (37,9 %).
Endang Tri Wahyurini, ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura (KPMM) menjelaskan, kondisi mangrove di Madura yang saat ini dalam kondisi kritis. "Fakta itu sesuai data KLHK 2018 yang menyatakan kondisi kerusakannya mencapai 9.179 Hektar. Baik di luar kawasan maupun di dalam kawasan," katanya, kepada Mongabay, Minggu (26/7/2020) saat dikonfirmasi via Whatsapp.
Menurutnya, memang kenyataannya di sepanjang pantai Madura sudah banyak yang terabrasi dan mangrove sendiri mengalami degradasi. Endang menyebut, banyak dilakukan penebangan untuk alih fungsi lahan terutama untuk dibukanya tambak udang, tambak garam dan lainnya.
Dia melanjutkan, mangrove masih ada beberapa lokasi dan yang masih terjaga. Terutama pulau-pulau. Tetapi penebangan juga tidak bisa dikendalikan. Sebab hal ini, paparnya, dilakukan karena mereka itu untuk kegiatan ekonomi. Jika dibandingkan, lanjut Endang, kondisi mangrove antara di Pulau Madura dan di pulau-pulau kecil yang secara geografis masuk wilayah Madura, masih lumayan bagus kondisi mangrovenya di kepulauan.
Salah satu pendiri KPMM 2018 lalu itu menjelaskan, ada beberapa lokasi yang mengalami kerusakan terutama di daerah yang di mana di situ banyak dibuka lahan-lahan pertambakan. "Kalau saya melihat di Sampang utara itu banyak sekali dibuka tambak udang. ya, terus kemudian di Sampang selatan pamekasan itu juga banyak terjadi reklamasi nah ini juga mencakup area mangrove,"
Melihat kondisi itu, terangnya, dia dan sejumlah temannya berinisiatif membentuk KPMM dua tahun lalu. KPMM sendiri berupaya melakukan diskusi dan osialisasi terkait keberadaan mangrove sangat penting. Dalam hal ini, KPMM mengajak beberapa komunitas dan kelompok yang memiliki kepedulian pada lingkungan yang ada di empat kabupaten di Madura untuk bergandengan tangan menyelamatkan atau melestarikan mangrove yang ada.
Edukasi dan Restorasi
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh KPMM, salah duanya edukasi dan restorasi. Restorasi dilakukan dengan cara melakukan pembibitan dan penanaman diberbagai lokasi.
"Edukasi tentunya kepada masyarakat, kami melakukan sosialisasi bagaimana meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap mangrove. Kami semua bergerak dari kabupaten Bangkalan, Sampang ,pamekasan dan sumenep untuk melakukan edukasi dan restorasi," tuturnya.
Kata Endang, Pemerintah di empat kabupaten di Madura menyambut baik dan mendukung kegiatan KPMM. Dalam hal ini adalah pemerintah pada umumnya sudah bekersjama dengan KPMM dan sebagian stakeholder yang memiliki kepedulian pada lingkungan.
"Kami bersyukur, mayoritas sudah mengetahui kami juga selalu berkolaborasi dan bekerja sama dengan pemerintah dan tidak hanya dengan pemerintah tapi juga dengan stakeholder yang ada. Ini dilakukan agar terjalin sinergitas. Jadi KPMM tidak sendiri. Meskipun hal ini belum bisa optimal dilakukan."
Berbagai kegiatan yang sudah lakukan bersama pemerintah antara lain dengan dinas-dinas terkait antar kabupaten. KPMM juga melakukan koordinasi dengan Kesatuan Pemangkuah Hutan KPH dan kerja sama dengan Kapolres di Madura.
"Terutama untuk restorasi mangrove di sini. Ini adalah salah satu bentuk kerja sama kami untuk membangun sebuah sinergitas dalam upaya pengembalian kelestarian mangrove."
Sejauh ini, kata Endang, KPMM sudah menanam lebih dari dua puluh ribu batang bibit mangrove. Dari jumlah yang ditanam itu, pihaknya tidak menjamin seratus persen bisa tumbuh dengan baik karena kondisi alam juga. Seperti dihempas ombak besar dan pengaruh lainnya.
"Tanggal 26 bertepatan hari mangrove ini, kami melakukan penanaman mangrove dsn pembersihan sampah plastik di sekitar pantai Ekasoghi, Saronnggi, Sumenep. Tapi dalam propagul. Untuk di bangkalan, kami lakukan diskusi, bersihkan pantai dan penanaman di area Ekowisata labuhan, kec. Sepulu. Bibit yang ditanam sekitar 500 bibit."
Dalam tahun ini, KPMM akan mencoba akan melakukan pembibitan di dua lokasi. yaitu daerah Padelegan, Pademawu dan daerah Tlanakan Pamekasan. Nantinya, akan dibentuk Madura Mangrove Center atau MMC yang akan menjadi tempat sentral untuk edukasi mangrove bagi masyarakat. Baik dari usia belajar dan umum.
KPMM juga memiliki program 'KPMM MENYAPA'. Program ini melakukan pengenalan mangrove kepada generasi penerus. Program ini bekerjama sekolah-sekolah bahkan perguruan tinggi.
"Ke depan, insyaallah akan kami gelar upaya ke seperti kegiatan seminar dan sebagainya dengan mendatangkan ahli dan aktivis lingkungan untuk bicara mangrove. Ya, meskipun dikemas dengan ngopi bareng misal, kan bagus. "
Endang berharap, sampah plastik yang ada di pantai di Madura berkurang bahkan Masyarakat bisa lebih sadar dengan tidak lagi buang sampah ke laut. "Dalam analisis saya, sampah-sampah di area pantai sebenarnya tidak hanya dihasilkan oleh masyarakat sekitar pesisir, Tapi bisa juga kiriman dari hulu sungai yang bermuara ke laut. Bahkan bisa jadi dari pengendara yang makan yang melintas di jalan tepi pantai lalu membuang sampahnya begitu saja,"
Oleh sebab itu, kata Endang, sampah di hulu itu juga harus diperhatikan. Seperti pada saat musim hujan, sampah masih banyak tergenang di sungai dan terbawa arus sampai ke hilir.
Endang mengajak Masyarakat Madura untuk memperhatikan mangrove. Terlebih Masyarakat yang ada di pesisir. Bagi Endang, kalau hanya KPMM atau segelintir orang yang peduli, maka tidak akan maksimal dalam melestarikan mangrove ini. Karenanya diperlukan sinergitas bersama.
Diakui atau tidak, jelasnya, betapa besarnya manfaat dan fungsi mangrove untuk keberlansungan hidup. Baik dari sisi fungsi ekonomi, edukasi, dan yang lebih penting adalah fungsi melindungi daratan dari abrasi.
"Mangrove bukan hanya sekadar tanaman yang ada di pinggir pantai yang hanya bisa dipandang dan dilihat saja sebagai penahan ombak. tidak hanya itu saja tapi banyak sekali apalagi mangrove adalah tanaman yang paling besar mampu menyerap karbon. Semakin kita merawat banyak mangrove maka keseimbangan iklim global ini akan semakin terkendali,"
Saat ini, katanya, mangrove di Indonesia itu setiap tahunnya sekitar lima puluh ribu hektar itu terdegradasi. Sedangkan mangrove saat ini sekitar tiga juta hektar. Menurutnya, pemerintah perlu membuat regulasi khusus untuk pelestarian mangrove ini. Regulasi itu dibuat untuk bisa mengakomodir yang dibutuhkan terkait dengan mangrove ini.
"Saya berharap, saya pribadi berharap nanti akan muncul adanya perdes tentang mangrove ini seperti itu kemudian sehingga nanti akan lebih tertata dan lebih baik lagi pelaksanaannya. "
Tidak hanya itu, lanjutnya, pemerintah juga dapat membantu secara teknis. Yakni bimbingan teknis, tentunya dengan melibatkan ahli lingkungan khususnya bidang kelautan. Bimbingan itu bisa langsung kepada masyarakat, atau bisa kerjasama dengan instansi yang memiliki orientasi kepedulian pada lingkungan.
Tanpa adanya arahan dari pemerintah dan kerjasama, katanya, mustahil untuk bisa mewujudkan pengelolaan mangrove dengan optimal. Apalagi mangrove tidak bisa tumbuh di semua wilayah. Mangrove akan tumbuh sesuai dengan syarat hidupnya.
"Yang harus diperhatikan tidak semua pantai semua tanah lokasi itu bisa ditanami mangrove. Itu catatan yang harus kita perhatikan dan mangrove itu sangat lama untuk bisa tumbuh dan hidup dengan baik. Untuk besar itu sangat lama membutuhkan waktu yang lama tetapi kadang sangat mudah untuk mencabut atau menebangnya. Itu yang harus kita jadikan catatan bahwa jangan sampe terjadi penebangan ataupun reklamasi," ujar Dosen Agrobisnis Perikanan di Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura ini.
#Semua Foto Dokumen Pribadi dan pernah dimuat di Mongabay.co.id berikut tulisan ini
2 Komentar
Bagus banget ulasanya
BalasHapusMakasih kak, tapi ya, itu masih acak
Hapus