Muda,  pinter, komunikatif, akademisi,  penyair, novelis, cerpenis, esais,  cerdas, santai, nggak sombong pastinya, cuy. Itulah  Royyan  Julian. Penulis muda putra  Madura tulen yang  tinggal  di pesisir selatan  Pamekasan tepatnya  di Desa Branta,  Kec. Tlanakan. 


Penulis  yang berprofesi sebagai  dosen di Universitas  Madura ini pernah  diundang sebagai penulis emerging di Ubud Writers & Readers Festival 2016 silam. Keren abissszz,  kuy.  


Waw,  keren,  kan? Sobat tahu UWRF? Acara bergengsi  ini biasanya  digelar  di Bali.  UWRF pertama kali digelar tahun 2002 pasca Bom Bali. Ngeri  ya,  kalau  ingat  peristiwa Bom Bali. Semoga  saja tidak  terulang.  Nah,  pada  23-27 Oktober 2019, UWRF kemudian bertransformasi menjadi ajang sastra yang diperhitungkan dunia. Tahun 2019 pula, The Telegraph Inggris menyebut UWRF sebagai salah satu dari lima festival sastra terbaik di dunia. Di ranah lokal, UWRF kemudian juga masuk dalam 100 Wonderful Event Indonesia. Seperti  dilansir Portalteater.com.


Oke,  kembali  ke sosok Royyan lagi. 


Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Negeri Malang. Nah,  di sini  kemampuan menulis  Royyan semakin  terasah. Gafur dengar dari  Royyan langsung, katanya, dia ikut  UKM Kepenulisan di kampus itu.  Tidak puas belajar  di Kota Dingin, dia melanjutkan pendidikan magisternya Universitas Gadjah Mada atau UGM, Yogyakarta. 


Potensi  menulis  Royyan  nampak  semenjak jadi siswa di SMAN 3 Pamekasan. Salah satu buktinya dia pernah  meraih  juara  pertama lomba menulis cerpen  yang  diselenggarakan  FLP Cabang  Pamekasan. 


Dia banyak  menghasilkan  karya. Tahun 2011 silam, buku  kumpulan cerpennya berjudul 'Sepotong Rindu dari Langit Pleiades' memenangkan lomba kumpulan cerpen di LeutikaPrio. 


Empat  tahun kemudian, di tahun 2015 'Tandak' buku  berupa kumcer memenangkan Sayembara Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur. Dengar-dengar, cerpen  'Tandak'nya ini  diterjemahkan ke dalam Bahasa  Inggris.  Keren apa nggak?  Ya jelas keren  banget. Kumcernya berjudul  'Ludah Nabi di Lidah Syekh Raba' dipinang Penerbit  Rua Aksara dan diterbitkan pada tahun 2019 lalu. 


Buku  non  fiksinya 'Metafora Ricoeurian dalam Sastra' terbit tahun 2016. Untuk  novelnya, Tanjung Kemarau, diterbitkan oleh Penerbit  Grasindo pada  tahun 2017. 



Apa dia juga nulis  puisi?  Hmmmm.  Jangan  ditanya!  Sudah  pasti,  sobat.  Kumpulan puisinya 'Biografi Tubuh Nabi' lolos seleksi  di meja  redaksi penerbit  Basa-Basi,  Yogyakarta pada 2017. Puisinya berjudul  Ketam Ladam terpilih  jadi  judul  buku antologi puisi Penyair  Muda  Madura    diterbitkan oleh Lembaga Seni & Sastra Reboeng 2016 silam. (Judul Asli Buku: Ketam Ladam  Rumah Ingatan).  


Royyan juga menulis  novela.  Tahun 2019 karyanya  berjudul 'Rumah Jadah'  memenangkan sayembara  novela yang  diselenggarakan  oleh penerbit Basa-Basi Yogyakarta. 


Nah, ada cerita perjalanan karier  kepenulisannya yang tak kalah  keren nih,  dia menerima penghargaan sastra dari Gubernur Jawa Timur 2019. 


Berganti  tahun, yakni 2020 ini,  dia menerima dua beasiswa sekaligus pada program residensi dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, yaitu Residensi Penulis Indonesia (Komite Buku Nasional) dan Pengiriman Sastrawan Berkarya ke Wilayah 3T 2020 (Badan Bahasa). 

Di kampung halamannya, Royyan bergiat bergiat di Sivitas Kotheka, komunitas yang  bergerak  di bidang kebudayaan, kajian  kelimuan  dan literasi. 


Seperti yang  Gafur  katakan di awal, Royyan ini komunikatif dan tidak  sombong. Beneran? Ya,  brother and sister! Ini nih,  salah satu buktinya. Dia pun  berbagi  tips atau macam pesan  buat sobat  yang  ingin jadi penulis dan  suka membaca.  


Royyan menyarankan kita untuk  konsisten membaca. Kata Royyan, yang penting konsisten membaca. Itu yang pertama. Jadi keistikamahan membaca itu nanti akan melahirkan keinginan untuk menulis. 

"Jadi yang pertama dibangun dulu bukan keinginan menulisnya tetapi keinginan untuk membaca. Nah, menulis itu nanti bonus. Orang kalau sudah sering membaca, banyak membaca itu nanti dia akan otomatis akan punya keinginan untuk menulis," katanya  via  Whatsapp kepada  Gafur, Senin (3/8/2020) kemarin. 


Soal bacaan, tambah  Royyan,  bacaannya sobat kalau bisa  lebih variatif. Misalnya tidak hanya buku fiksi atau buku nonfiksi tapi seimbang antara fiksi dan juga non fiksi itu. 


Seandainya nanti, ujarnya, ketika banyak baca tapi tidak punya keinginan untuk menulis, ya enggak masalah.  Karena menurutnya,  menulis itu cuma bonus. Tapi ketika kita membaca, kita sudah mendapatkan banyak informasi banyak pengetahuan. Itu keuntungan pertama dari membaca. 


"Menulis itu efek samping. Jadi menulis itu adalah efek samping dari membaca. Tapi yang penting dari membaca kita akan mendapatkan banyak pengetahuan informasi dan kesadaran. Kesadaran itu nanti akan berpengaruh kepada perilaku kita itu karena muara dari pengetahuan itu sebenarnya bukan bukan menjadi tahu tapi puncak dari pengetahuan adalah menjadi bijaksana itu," kata Royyan yang  bikin  jos di pikiran. 



Sobat Gafur yang  bijaksana, gimana  nih,  sudah  termotivasi membaca  dan menulis?  Semoga  bisa ya.  


Royyan Julian, ingat  namanya ya!  Kalau  mau belajar  kepada dia,  gampang, kok.  Kamu  tinggal  kingak dia di Facebook, IG atau bisa langsung ke rumahnya. Tahu di mana posisi rumahnya Royyan? Bagi  kamu  nggak tahu, sabar.  Gafur  juga  belum  tahu.  Bahahaha. 


Ya sudah, bukan  soal  tahu  tidaknya  rumah  Si Royyan, tapi  kapan  kamu  mau membiasakan  diri  untuk  membaca  atau bahkan mau menulis? Semoga  ada ibrah dari  tulisan  receh,  Gafur, ini. Percuma sobat  baca profil  siapapun kalau  tidak mau mengambil  pelajaran dari  perjalanan sosok  yang  sobat  baca.  


Sudah, sudah, Gafur  sudah  ngantuk dan jari  lelah  menari dengan QWERTY ini.  So,  selamat mengubah  hidupmu lebih  baik.  Semoga  berhasil. Amin… 


By: Gafur Abdullah


#Semua sumber foto : Dok Royyan Julian