Hari Pahlawan, Cukupkah Hanya Dikenang?
Oleh: Abd Gafur*
Tanggal 10 November 1945 merupakan hari di mana para pejuang Rebublik Indonesia melawan tentara Inggris. Sehingga, tanggal 10 November disepakati sebagai momentum yang menjadi catatan tersendiri bagi bangsa Indonesia, yakni Hari Pahlawan. Sebagai putra bangsa yang tak pernah ikut serta melawan penjajah, seyogyanya kita harus mengenang hari tersebut di mana waktu itu para pejuang Rebublik Indonesia di Surabaya tidak gentar mengahadapi serangan tentara Inggris. Dalam catatan sejarah, para pejuang yang tewas waktu itu berjumlah 1500 jiwa. Meninggalnya mereka disebabkan serangan dari para tentara Inggris dengan berbagai kekutannya.
Bagaimana dengan hari ini? Tentu bukanlah hal yang asing lagi ditelinga kita bahwa betapa banyak rakyat yang kelaparan dan menderita yang  menjadi korban pelaku KKN di negeri yang kaya raya ini. Jika dunia internasional mengutuk serangan yang dilakukan oleh Inggris itu sebagai tindakan yang biadab, maka tidaklah salah jika penulis katakan bahwa tindakan KKN yang dilakukan oleh para pejabat dan orang terdidik itu lebih dari kata biadab bahkan tidak berprikemanusaiaan. Bagaimana tidak? Saudara sebangsanya sediri sudah diperlakukan seperti itu, lantas bagaimana dengan bangsa orang lain? Tentunya pemabaca sudah bisa menafsirkan sendiri. 
Kata “mengenang” tidaklah cukup jika hanya diartikan secara sempit atau hanya sebatas mengenang. Artinya, kata tersebut mengandung makna yang membutuhkan penafisran yang sangat luas. Dalam pemikiran penulis, mengenang hari pahlawan tersebut adalah bagaimana kita meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah mendahului kita. Pahlawan yang sejatinya gigih mengusir para penjajah.
Lantas, apa yang harus kita lakukan sebagai penerus mereka? Apakah menganggap bangsa asing yang tinggal di Indonesia sebagai penjajah dan mengusirnya? Tidak, bukan begitu cara berpikirnya. Sebenarnya, jika mengingat perkataan Bung Karno yang mengatakan “Hai penerus bangsa, tugas kalian  lebih berat dibandingkan tugas para pejuang hari ini, karena hari ini kami melawan bangsa luar atau penjajah, sedangkan kalian akan melawan bangsamu sendiri” kata-kata Bung Karno megggambarkan bahwa kita akan mengahadapi bangsa kita sendiri. Hemat penulis, kacamata berpikrinya Bung Karno sungguh tajam waktu itu, karena apa yang dikatakan bapak proklamator ini sudah tiba saatnya dan benar-benar terjadi hari ini. Apa maksud dari kata-kata presiden pertama kita tersebut? Para aktor KKN dan pelaku berbagai kejahatan itulah musuh yang lahir dari bangsa kita sendiri. Yang dalam pribahasa dikatakan sebagai musuh dalam selimut.
Jika berpikir lebih mendalam, maka kita harus sama-sama merangkul tangan untuk melawan tindakan tersebut. Dalam bentuk apa perlawanan kita kepada mereka? Jika pembaca tulisan ini adalah seorang hakim yang bertugas untuk menegakkan hukum, maka janganlah menukar keadilan yang harus ditegakkan tersebut dengan rupiah. Jika pembaca tulisan ini adalah alat negara (polisi, tentara dan sejenisnya), maka amankan negara ini dari berbagai kerusuhan, krimininal dan sebagainya. Jika pembaca tulisan ini adalah  pemuda dan pelajar, maka hentikan tawuran dan belajarlah dengan tekun hingga benar-benar bisa mengubah bangsa yang hari ini dinggap kurang baik menjadi lebih baik dari berbagai aspek. Artinya, lakukan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Jika kita sudah melakukan semua yang penulis sampaikan di atas, maka predikat sebagai penerus sejati para pejuang bangsa pantas untuk kita sandang. Sebaliknya, jika kita mejadikan tindakan KKN dan kejahatan lainnya sebagai budaya yang dilestarikan, maka patutlah kita malu menyadang predikat tersebut. Oleh sebba itu, marilah kita mulai dari diri kita, karena kalau bukan kita siapa lagi? Jika bukan sekarang, maka kapan lagi? Semoga kita dapat meneruskan perjuangan para pahlawan bangsa kita agar bangsa ini selamat dari serangan yang datang dari luar dan dari dalam itu sendiri.

*Mahasiswa MPI juga aktivis LPM Activita STAIN Pamekasan