Judul : Senyum Gadis Bell’s Palsy
Penulis :
Aliya
Nurlela
Penerbit :
FAM
Publishing
Tebal : 304 halaman
Tahun terbit :
2015
ISBN :
978-602-335-089-0
Peresensi : Abd Gafur*
Di dunia ini, segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan.
Ada siang ada malam. Ada lelaki ada wanita, ada
sehat ada sakit, ada jujur ada bohong, ada kertas ada pena, dan seterusnya.
Manusia diciptakan dibekali dengan cinta. Dengan cinta, manusia bisa saling
memberikan kemanfaatan antara satu dengan lainya. Kata cinta, tidak melulu kita
kenal dengan bersatunya hati seorang perempuan dan laki-laki yang saling
sayang, yang dikenal dengan romantisme. Akan tetapi, kata yang terdiri dari
lima huruf itu bisa diaplikasikan pada Tuhan selaku pencipta dan Maha Cinta,
cinta anak kepada orangtua atau sebaliknya, cinta
kepada sahabat, cinta kepada kekasih,
cinta kepada famili, cinta murid kepada guru atau sebaliknya, pemimpin kepada
rakyat, cinta tanah air dan lain sebagainya.
Membicarakan
cinta, Aliya Nurlela dalam novelnya Senyum
Gadis Bell’s palsy menyatakan bahwa cinta harus disyukuri, karena dengan
cinta, seorang insan akan merasakan kebahagiaan. Dalam novel ini terdapat
kisah seorang gadis bernama Delima. Gadis itu berparas cantik, yatim
piatu yang hidup dengan kakak kandungnya, Faris. Kakak beradik itu hidup rukun,
saling mengerti, saling mencintai dan saling mendukung satu sama lain.
Delima adalah
sosok gadis cantik yang bertubuh mulus, kulit putih. Ia seorang mahasiswi Jurusan Psikologi di salah satu
kampus yang ada di daerahnya.
Ia menjalani hubungan dengan laki-laki yang satu kampus dengan dirinya, Bagas.
Delima sangat mencintainya, pun dengan Bagas.
Dua insan itu telah menjalani hubungan sangat serius bahkan sampai
membicarakan pernikahan. (hlm. 13).
Bagi pembaca
yang berstatus pacaran atau belum menikah, sangat
cocok membaca novel ini. Bagas penganut
aliran romantisme dalam menjalani hubungan dengan kekasihnya (hlm21). Namun, di balik sifat
romantisnya, Bagas memiliki sifat gengsi dan cintanya hanya
didasarkan pada kecantikan fisik bukan ketulusan hati. Saat penyakit Bell’s palsy menghampiri Delima dan
membuat wajahnya tidak secantik sebelumnya, Bagas bukan menemaninya, menjaganya dan mengantarkan berobat ke
pihak medis, justru ia memilih menjalin hubungan dengan wanita lain ( hlm 91-99).
Tokoh Faris
adalah lelaki yang
taat agama, kakak yang pengertian, tulus, dan bertanggung
jawab. Saat Delima terpuruk lantaran ditinggal oleh kekasih yang khianat, Faris
tetap setia merawat Delima walau Delima sendiri sering jengkel saat dingatkan
untuk berhati-hati dalam berhubungan yang hanya mengatasnamakan pacaran. Selain
Faris, ada sosok perempuan yang keagamaannya
cukup melekat, bernama Raihanah. Ia salah satu teman
Faris yang membantu Delima dalam berjuang untuk bangkit dari keterpurukan (hlm,
101-112).
Membaca
novel ini, pembaca akan berjumpa dengan rangkaian
kisah yang penuh motivasi, huruf, kalimat yang indah dan mengalir,
sehingga pembaca seakan ingin masuk dalam kisah yang penuh perjuangan cinta,
hidup, dan dakwah. Penulis mengajak untuk bangkit dari
keterpurukan, tidak mudah putusasa dan memandang ke depan dengan kacamata kebijaksanaan.
Tak hanya itu, pembaca akan tergugah untuk melestarikan semangat literasi.
Karena Selain dikenal sosok yang jelita, tokoh Delima dikenal sebagai sosok
perempuan yang cinta pada literasi, semangat membaca dan menulis yang tinggi.
Semangatnya untuk
terus menulis mendapat dukungan dari orang terdekatnya, Faris dan Raihanah. Termasuk dari seorang Photografer,
teman kakaknya, yang bernama Ziyad.
Kedatangan Ziyad dalam hidup Delima membawa dampak yang cukup signifikan baik.
Walau bukan seorang dokter, Ziyad seakan memberikan kesembuhan
pada Delima yang menderita penyakit Bell’s
Palsy. Namun, kesembuhannya tidak pada fisik, tapi pada psikologis. Ziyad
telah melambungkan nama Delima di langit literasi
dengan cara yang berbeda. Dari memasukkan profil dan karya
Delima ke media massa hingga menjadikan Delima sebagai
pembicara dalam sebuah acara.
Namun, meninggalnya ziyad
yang seakan dipercepat, amat disayangkan. Padahal pembaca tertarik menjadikan Delima
dan Ziyad yang sudah serasi, bisa hidup bahagia dalam naungan keluarga. Atau rapuhnya
Delima saat menerima ajakan Bi Ratni untuk berobat ke dukun, sedikit
disayangkan tapi sekaligus kelebihan. Penulis sengaja menghadirkan sosok Faris
sebagai orang yang menolak kesyirikan. Di sinilah penulis, berdakwah lewat
tokoh-tokohnya secara elegan. Demikianlah karya fiksi, penulis punya hak untuk
memperlakukan tokoh-tokohnya. Novel ini sangat cocok dibaca berbagai kalangan. Bahasanya mengalir, mudah dipahami dan
kisahnya yang inspratif dan penuh motivasi. Apalagi jika pembaca adalah pecinta
literasi, pasti akan terus berjuang untuk melestarikan literasi dan akan tetap
mencintainya.
*Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam juga Aktifis LPM ACTIVITA STAIN
Pamekasan Madura. Penulis buku antologi cerpen Lembaran Yang Terbuka (Kekata Publisher: 2016). Pegiat Forum Aktif
Menulis (FAM) Indonesia. (IDFAM4010U).
0 Komentar